Hujan
Bau basah menjamah ramah. Hujan turun lagi untuk kesekian kali di penghujan kali ini. Sudah seberapa jauh kita melangkah? Membuat kecipak genangan air dalam setapak masing-masing?
Aku telah melangkah sejauh kepura-puraan mampu setia dalam bayang hitam yang mengekor. Namun, bukankah tidak penting seberapa jauh kaki melangkah. Sebab hati pasti akan dipulangkan oleh sebentuk kenangan yang biasanya disampaikan lewat hujan yang menenangkan.
Kenangan
Seorang kawan bertanya, “Kenapa harus menanti hujan untuk membicarakan kenangan?”
Kau tahu? Aku tidak menunggu hujan mendramatisir keadaan.
Yang lalu memang selalu rumit dijabarkan bila dipaksa menyejajari yang terus melaju. Maka mari berhenti sejenak. Menarik nafas dalam-dalam kala air-air langit menderai. Mendamaikan kemarin.
Secangkir Kopi
Masihkah ingat dengan secangkir kopi yang kita pesan dulu? Kita bukannya lupa untuk menandaskannya. Siapa pula yang ingin melanjutkan separuh kopi yang sudah mendingin?
Hujan, Kenangan dan Secangkir Kopi
Mari berdoa. Secangkir kopi kita kali ini tidak mendingin sebelum habis di sesap. Agar kenangan esok tentang secangkir kopi hangat yang nikmat. Mumpung hujan masih turun –membawa serta malaikat-malaikat surga, dan doa-doa dijabah.
Solo, 20 November 2013