Showing posts with label puisi. Show all posts
Showing posts with label puisi. Show all posts

Monday, 2 February 2015

mata kepala


barangkali ada yang ingin dikatakannya

sebenarnya tapi bukan sebenar-benarnya

apakah antara aku dan kau

saling mengenali

sejauh kabut paling putih membungkus

pagi demi pagi

adakah aku dan kau

atau aku saja

atau kau saja

melupa

matahari

di suatu tempat

tak hanya kau

tidak hanya aku

merasakah hangat

dan biar dibicarakannya

sebenarnya yang sebenar-benarnya




Wednesday, 17 December 2014

Bukan Dongeng

: I

Kamar saya sepi

Ada yang terenggut

Oleh malam

Bukan gelapnya

Tapi pagi yang dinanti

Dan siang yang dijelang

Tidak hanya kamu

Hati saya (juga) patah


Sekre KaDe, 11.48
Kamis, 18.12.14



Saturday, 4 October 2014

Atau; Oktober pada Dua Ribu Empat Belas


Oktober dua ribu empat belas

Di antara kita tidak ada yang tengah berulang tahun

Namun, seperti biasa

Tetap menjadi lebih tua tiap detik

Namun, senantiasa

Tetap menjadi kekanak-kanak tiap waktu

Waktu bergerak tapi, entah aku atau kamu

Tidak tahu

Tidak mau tahu

Tidak ingin tahu

Atau belum

Jadi, kuharap kamu pulang

Aku pulang

Kita pulang

Mari saling membaca

Lalu berbicara

Mengenai tempat kita kembali bertemu

Apakah ini benar rumah kita

Atau bukan rumah kita

Atau rumahmu saja

Atau hanya rumahku

Atau semuanya hanya ilusiku

Tentang kamu aku kita

Pulang dan rumah

Pada suatu oktober dua ribu empat belas



|Mungkin Rumah|
|05.10.14|
|13.33|



Sunday, 8 June 2014

Jatuh Cinta


Pada puisi ini saya pernah jatuh cinta.

Tapi, rasanya sudah lama sekali.



Biar Kuceritakan Pada Senja (Ary Dhamayanti)

Senja
Aku menemuimu lagi selepas hari
Untuk mengadu
Sama seperti kemarin

Biar aku menghadap ke timur saja
Agar mentari tak bisa
Mengintip semu merah di pipiku

Ah senja,
Hari ini aku jatuh cinta



Membacanya membuat saya senantiasa percaya,

bahwa jatuh cinta bahkan seringkali jauh lebih sederhana.




P.S. Saya 'menemukan' puisi ini pertama kali di 
blog.gagasmedia.net beberapa tahun lalu.






Sunday, 27 April 2014

Hujan Harus Usai


Sekali lagi kita diterbangkan kemari

Saat rinai gugur kembali

Diuraikannya angin paling sepi

Untuk segala yang belum tergenapi


Kucari dimana surga

Kelam memulas mega

Apakah kita harus selalu berjumpa

Kala sendu merupa senja


Dan apalagi yang dapat dijelaskan

Oleh diam pada sebuah pertemuan

Tapi barangkali kita bisa merahasiakan

Sejenak tentang cara melupakan


Sudah sepantasnya kita mengerti

Mengapa takdir memesankan secangkir kopi

Yang banyak dinanti

Pada dingin di penghujung hari


Aku tahu sejak kali pertama

Hujan harus usai segera

Lantas mari lekas bicara

Mengenai hujan kesekian yang menyemai luka




Bintang Jatuh


Seingat kita siang itu terang

Lautan berkarang

Rumah punya ruang

Kala petang matahari pulang


Berbicara mengenai lalu

Dadu tentu bersiku

Lagu sepantasnya merdu

Mengapa masih ditemui ragu


Pada suatu hari ketika fajar terlambat

Masa menyerupa kenangan tentang hujan paling lebat

Di pucuk gelap semua berdiam selagi sempat

Kota kita menua tanpa geliat


Merapal sembah sampai langit ketujuh

Barangkali surga bisa runtuh

Sesederhana arakan awan jenuh

Tapi kemarin bintang sudah pernah jatuh



SL210414




Sunday, 13 April 2014

Hujan, Kenangan, dan Secangkir Kopi





Hujan

Bau basah menjamah ramah. Hujan turun lagi untuk kesekian kali di penghujan kali ini. Sudah seberapa jauh kita melangkah? Membuat kecipak genangan air dalam setapak masing-masing?
Aku telah melangkah sejauh kepura-puraan mampu setia dalam bayang hitam yang mengekor. Namun, bukankah tidak penting seberapa jauh kaki melangkah. Sebab hati pasti akan dipulangkan oleh sebentuk kenangan yang biasanya disampaikan lewat hujan yang menenangkan.


Kenangan

Seorang kawan bertanya, “Kenapa harus menanti hujan untuk membicarakan kenangan?”
Kau tahu? Aku tidak menunggu hujan mendramatisir keadaan.
Yang lalu memang selalu rumit dijabarkan bila dipaksa menyejajari yang terus melaju. Maka mari berhenti sejenak. Menarik nafas dalam-dalam kala air-air langit menderai. Mendamaikan kemarin.


Secangkir Kopi

Masihkah ingat dengan secangkir kopi yang kita pesan dulu? Kita bukannya lupa untuk menandaskannya. Siapa pula yang ingin melanjutkan separuh kopi yang sudah mendingin?


Hujan, Kenangan dan Secangkir Kopi

Mari berdoa. Secangkir kopi kita kali ini tidak mendingin sebelum habis di sesap. Agar kenangan esok tentang secangkir kopi hangat yang nikmat. Mumpung hujan masih turun –membawa serta malaikat-malaikat surga, dan doa-doa dijabah.


Solo, 20 November 2013




Ilusi




pagi bermula lagi

sunyi serupa kemarin

langit ditelan kabut

sendiri sendirian

adakah yang kau katakan

sementara aku menyesap sepi

mungkin angin membawanya lalu

berlarian dengan gulungan ombak

serta busa-busa yang keburu lenyap

apakah kau mengucap tanya

mengenai aroma sendu

dari secangkir kopi yang diseduh matahari

atau semua keliru

sebab pagi memang tak pernah benar-benar kembali

hari berhenti

ketika kota kita mati


17 Maret 2014




Wednesday, 9 April 2014

Kita




kita harus pergi

sejauh angin menerbangkan mimpi yang dilupakan

kemanapun ombak menarik buih dari lautnya

menjauhi langit yang nyaris tua


sebaiknya kita pergi

semoga bulan purnama

udara menyeruak dari terang

hujan pada kemarau panjang


kita pergi

melayur angan mengenai nanti

melupakan kemarin

mengeja kita untuk yang terakhir



di antara hujan, 8 April 2014





Sunday, 9 March 2014

tapi kamu


adakah satu tempat paling sempurna

untuk menyudahi semua yang lari

dari segala yang tidak dimengerti

aku atau kita yang menyerah

mungkin aku mungkin jua kita

bagaimana bisa aku atau kita

jengah dengan embun pada daun

merah senja pada sore

bau basah pada derai pertama

aku yang tidak pernah yakin

namun apakah yang mustahil

mungkin bukan aku atau kita

tapi kamu

WK, 9 Maret 2014
20:46

Friday, 28 February 2014

Bukankah Aku


mari menjamu sore

dengan hujan deras di sebelah sana

yang mengirimkan desau risau

angin paling dingin

kesukaan kita

sementara malam diam-diam mengintip

dari balik kelabu

dan kemanakah kau akan pergi?

pulang sebelum hari telah benar petang?

tapi,

bukankah aku ini adalah rumah?


Solo, 27 Februari 2014

Thursday, 23 January 2014

Masih


Sekali lagi kita berjumpa

Tapi Januari masih terlalu muda

Untuk kita lukai

Pula jangan lupa

Ini masih penghujan

Meski beberapa hari

Hujan tidak menyambangi

Solo.1.12.14

Monday, 13 January 2014

j a n u a r i


antara aku dan air

antara air dan aku

kita sama kami

kami sama kita

kita sama sama

kami sama sama

sama sama kita

sama sama kami

sama kita sama

sama kami sama

siap tidak siap

siap siap tidak

tidak siap siap


13 Januari 2014

Wednesday, 1 January 2014

Langit




Kau tau 

Sudah berulang kali kucoba memetakan

Mencari celah untuk kita meloloskan diri

Dari satu tempat yang tak kunjung selesai kupetakan

Waktu telah serupa kenangan duka

Masa menjelma bangku kayu yang keropos

Lalu kemana pergimu menjamu raguku

Ah ya, mungkin memang benar

Celah itu hanya dongeng tua yang merenda asa asa yang terputus dari tali takdirnya.


Solo . 31 . 12 . 13
20:53

Friday, 6 December 2013

Garis

Kita memang tidak akan pernah berjalan di jalur ya sama selamanya. Sebab kita memang tidak berpijak pada sebuah lingkaran.


Di depan akan selalu ada persimpangan. Dan bukankah kita tidak berjalan mundur?


Aku tidak pernah ingin menahan waktu biar menyimpan masa-masa yang menyenangkan untuk dikenang. Sampai penuh. Hingga tidak ada ruang untuk kisah tentang kenestapaan.


Memang tidak ada yang akan berhenti meski sejenak. Sekalipun aku benar-benar tak ingin bergerak.


Saat bertemu dan bisa menghabiskan waktu denganmu selamanya adalah bahagia, maka bahagia berarti egois.


Kemudian kita sengaja berusaha melupakan apa yang sebenarnya tak tersangkal.


Seperti putri cantik yang pada akhirnya pasti berjodoh dengan pangeran tampan. Setiap pertemuan pun telah digariskan menemui kekasih sejatinya bernama perpisahan.


Pada akhirnya kurelakan pertemuan dan berharap perpisahan tidak pernah mendua dengan melupakan atau dilupakan.



Enam Dua Belas Tiga Belas

Saturday, 30 November 2013

Alasan


: als

Kamu pasti tahu.
Aku selalu punya alasan untuk berhenti. Berdiam diri meramu kepura-puraan.

Kamu pasti tahu.
Kalau aku tidak buta jika keputusasaan tidak pernah keberatan menampung jiwa-jiwa kerdil.

Kamu pasti tahu.
Pada akhirnya apa yang akan kulakukan kemudian.

Kamu pasti tahu.
Kenapa kamu begitu penting hingga aku merasa perlu merangkai huruf-huruf yang kau ikuti sejak awal tadi.




Thursday, 17 October 2013

Karena Kamu Malam


Karena kamu malam
yang hidup dalam gelap
yang cintai gulita

Karena kamu malam
yang bernafas dalam sunyi
yang senangi sepi

Karena kamu malam
yang hidup sendiri
yang tak ingin matahari

Karena kamu malam
yang tidak memberiku pilihan
kecuali pulang

Surakarta, 9 September 2013
THEME BY RUMAH ES