Sunday, 27 April 2014

Hujan Harus Usai


Sekali lagi kita diterbangkan kemari

Saat rinai gugur kembali

Diuraikannya angin paling sepi

Untuk segala yang belum tergenapi


Kucari dimana surga

Kelam memulas mega

Apakah kita harus selalu berjumpa

Kala sendu merupa senja


Dan apalagi yang dapat dijelaskan

Oleh diam pada sebuah pertemuan

Tapi barangkali kita bisa merahasiakan

Sejenak tentang cara melupakan


Sudah sepantasnya kita mengerti

Mengapa takdir memesankan secangkir kopi

Yang banyak dinanti

Pada dingin di penghujung hari


Aku tahu sejak kali pertama

Hujan harus usai segera

Lantas mari lekas bicara

Mengenai hujan kesekian yang menyemai luka




Bintang Jatuh


Seingat kita siang itu terang

Lautan berkarang

Rumah punya ruang

Kala petang matahari pulang


Berbicara mengenai lalu

Dadu tentu bersiku

Lagu sepantasnya merdu

Mengapa masih ditemui ragu


Pada suatu hari ketika fajar terlambat

Masa menyerupa kenangan tentang hujan paling lebat

Di pucuk gelap semua berdiam selagi sempat

Kota kita menua tanpa geliat


Merapal sembah sampai langit ketujuh

Barangkali surga bisa runtuh

Sesederhana arakan awan jenuh

Tapi kemarin bintang sudah pernah jatuh



SL210414




Sunday, 13 April 2014

Hujan, Kenangan, dan Secangkir Kopi





Hujan

Bau basah menjamah ramah. Hujan turun lagi untuk kesekian kali di penghujan kali ini. Sudah seberapa jauh kita melangkah? Membuat kecipak genangan air dalam setapak masing-masing?
Aku telah melangkah sejauh kepura-puraan mampu setia dalam bayang hitam yang mengekor. Namun, bukankah tidak penting seberapa jauh kaki melangkah. Sebab hati pasti akan dipulangkan oleh sebentuk kenangan yang biasanya disampaikan lewat hujan yang menenangkan.


Kenangan

Seorang kawan bertanya, “Kenapa harus menanti hujan untuk membicarakan kenangan?”
Kau tahu? Aku tidak menunggu hujan mendramatisir keadaan.
Yang lalu memang selalu rumit dijabarkan bila dipaksa menyejajari yang terus melaju. Maka mari berhenti sejenak. Menarik nafas dalam-dalam kala air-air langit menderai. Mendamaikan kemarin.


Secangkir Kopi

Masihkah ingat dengan secangkir kopi yang kita pesan dulu? Kita bukannya lupa untuk menandaskannya. Siapa pula yang ingin melanjutkan separuh kopi yang sudah mendingin?


Hujan, Kenangan dan Secangkir Kopi

Mari berdoa. Secangkir kopi kita kali ini tidak mendingin sebelum habis di sesap. Agar kenangan esok tentang secangkir kopi hangat yang nikmat. Mumpung hujan masih turun –membawa serta malaikat-malaikat surga, dan doa-doa dijabah.


Solo, 20 November 2013




Ilusi




pagi bermula lagi

sunyi serupa kemarin

langit ditelan kabut

sendiri sendirian

adakah yang kau katakan

sementara aku menyesap sepi

mungkin angin membawanya lalu

berlarian dengan gulungan ombak

serta busa-busa yang keburu lenyap

apakah kau mengucap tanya

mengenai aroma sendu

dari secangkir kopi yang diseduh matahari

atau semua keliru

sebab pagi memang tak pernah benar-benar kembali

hari berhenti

ketika kota kita mati


17 Maret 2014




Saturday, 12 April 2014

Seperti Seharusnya



Dari balik jendela kamar yang separuh terbuka, aku dapat menyaksikan hujan mulai berjatuhan. Bau tanah basah mulai menjamah. Angin berhembus kencang tetapi aku belum ingin beranjak dari tempatku duduk yang persis menghadap jendela. Untuk kesekian kali layar ponselku kembali berkedip. Aku tahu itu bukan tanda ada telepon atau pesan masuk.

*

Seperti yang kuduga, semua berlalu begitu cepat hingga segalanya menjadi terasa tiba-tiba. Ujian kelulusan sekolah menengah atas, tes masuk perguruan tinggi, ospek, perkuliahan, ujian semester, dan tiba-tiba saja aku sudah kehilangan jejakmu. Padahal kau tidak berjalan di belakangku pula di depanku. Kau berjalan di sampingku, seharusnya.

Wednesday, 9 April 2014

Kita




kita harus pergi

sejauh angin menerbangkan mimpi yang dilupakan

kemanapun ombak menarik buih dari lautnya

menjauhi langit yang nyaris tua


sebaiknya kita pergi

semoga bulan purnama

udara menyeruak dari terang

hujan pada kemarau panjang


kita pergi

melayur angan mengenai nanti

melupakan kemarin

mengeja kita untuk yang terakhir



di antara hujan, 8 April 2014





THEME BY RUMAH ES